Minggu, 27 Oktober 2013

TAUFIQ SHIDQI (1881-1920)

TAUFIQ SHIDQI (1881-1920)

PENDAHULUAN
Sunnah adalah sumber ajaran Islam setelah Al-Quran. Keberadaannya telah disepakati oleh mayoritas ulama. Dalam perkembangannya, sunnah tidak bisa diterima oleh semua umat Islam. ada juga dari mereka yang menolak keberadaan sunnah dan beranggapan kalau untuk ajaran Islam itu cukup hanya dengan berpedoman kepada Al-Quran saja.
Sejarah telah mencatat bahwa golongan yang menolak tentang keberadaan sunnah atau yang lebih di kenal dengan gerakan inkar sunnah telah terjadi pada abad ke-3 H. Yaitu ketika masanya Imam Syafi’i. Maka muncullah golongan yang inkar sunnah (munkir al-sunnah) dan pembela sunnah (nashir al-sunnah). Setelah gejolak itu sudah mulai meredam, pada abad modern (abad ke-19-20 M) ini mulai muncul lagi golongan penginkar sunnah[1]. Dan salah satu tokoh pelopor munculnya golongan ini adalah ulama dari Mesir yaitu Taufiq Shidqi.
Banyak gagasan yang muncul darinya. Ia memulainya dengan mengkritik hadit-hadist yang berada dalam Al-Manar. Bantahan yang ia sampaikan kepada pemikiran Rasyid Ridha di ungkapkan dengan argumen yang logis. Tetapi pendapatnya ini juga mendapat kritik dari berbagai pihak ulama termasuk oleh Rasyid Ridho sendiri. Lalu seperti apa pemikiran dan tanggapan yang ia berikan dalam pemikirannya tentang inkar sunnah.

PEMBAHASAN
A.    Biografi Taufiq Shidqi
Dr. Muhammad Taufiq Shidqi adalah seorang dokter di penjara Departeman Pemerintahan daerah Kota Thurra. Thurra adalah sebuah kota kecil yang berada di dekat Kota Kairo Mesir. Tidak ada info yang menjelaskan secara mendetail tentang asal-usul dati Taufiq Shidqi, baik dari kelahirannya maupun latar belakang pendidikannya.
Pemakalah hanya menemukan informasi tentang tahun kelahirannya yaitu tahun 1881 M dan wafatnya tahun 1920 M. Dalam riwayat pendidikannya hanya di beritakan bahwa ia adalah murid dari Rasyid Ridha.[2] Ia melakukan studi tentang berbagai masalah teologi. Selain itu ia juga mempelajari buku-buku apologetik. Yaitu buku yang membicarakan tentang cabang ilmu teologi yang mempelajari tentang pembuktian dan mempertahankan ajaran agama kristen.[3] Pembacaannya tentang beberapa literatur mengenai polemik misionaris Kristen yang dilihat dari perspektif Islam itu yang akhirnya melahirkan keraguan-keraguan yang mempengaruhi paradigma pemikirannya.
Selain itu ia juga membaca tentang buku-buku yang berhubungan tentang kedokteran, sehingga ia sedikita-banyak tahu tentang ilmu pengobatan dan tentang kedokteran. Buku-buku yang ia baca tentang kedokteran itulah yang mulai menimbulkan gejolak dalam dirinya. Dimana ia menkritisi hadist-hadist yang berhubungan tentang pengobatan yang di anggapnya ganjil jika dilihat dari pespektif ilmu kedokteran modern.[4] Selain itu, pemakalah tidak menemukan info lebih lanjut mengenai biografi dan latar belakang pendidikannya.

B.     Shidqi Sebagai Pembahas Pertama Hadist dalam Al-Manar
Pembahasan mengenai tokoh ini tidak luput dari kontribusinya dalam menyumbangkan pemikirannya terhadap majalah Al-Manar yang karang oleh M. Rasyid Ridha. Shidqi dikenal sebagai orang yang pertama kali menuliskan kritik pemikirannya tentang hadist melaluli sebuah artikel dalam majalah Al-Manar dengan judul yang sangat kontroversial yaitu “al-Islam Huwa al-Quran Wahdahu” atau Ajaran agama Islam adalah Al-Quran itu sendiri.[5] Melalui karya ini, Shidqi menyatakan bahwa manusia tidak membutuhkan sunnah, karena Al-Quran telah memberikan jawaban segala persoalan dalam kehidupan. Menurutnya, semua orang Islam tidak ada yang meragukan otoritas nash Al-Quran, berbeda dengan Hadist yang baru di tulis beberapa abad setelah Rasul saw wafat.
Shidqi mengutip ayat Al-Quran dalam Surat Al-An’am:
... مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَٰبِ مِن شَىْءٍ...
Artinya: “ ... Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab..”
Dan surat An-Nahl : 89
... وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ تِبْيَٰنًا لِّكُلِّ شَىْءٍ ...
Artinya:“...Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu...”
Lanjutnya, kalaupun Nabi saw memaksudkan sunnahnya sebagai satu bagian dari agama yang merupakan sumber keagamaan yang fundamental bagi umat, tentu Nabi saw akan memerintahkan untuk sunnahnya di tulis pada masa hidupnya, dengan cara yang sama seperti yang dilakukan terhadap Al-Quran.  Menurutnya ada sebagian orang yang beranggapan bahwa penulisan hadist yang terjadi jauh pada masa kemudian disebabkan rasa khawatir Nabi saw dan sahabat-sahabatnya bahwa jika Al-Quran dan sunnah ditulis pada waktu yang sama maka akan terjadi kekacauan antara Al-Quran dan sunnah. Namun bagi Shidqi hal itu tidak masuk akal. Baginya tidak ada makhuk hidup yang dapat membuat sesuatu yang menyamai Al-Quran. Tidak mungkin terjadi kekacauan antara satu ayat Al-Quran dengan yang lain, perbedaannya terlalu jelas.[6]
Bahkan Shidqi menambahkan dalam pendapatnya bahwa jumlah rekaat dalam solat sudah dijelaskan dalam Al-Quran seperti dalam QS. An-Nisa’:101 yang membicarakan tentang shalat khauf.
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا۟ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ إِنَّ ٱلْكَٰفِرِينَ كَانُوا۟ لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا ﴿١٠١
Artinya:  “Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu meng-qaşar salat, jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu”.( An-Nisa'[4]:101)
Dalam bagian sebelum penutup Shidqi menambahkan bahwa tidaklah pantas kalau Allah memberi umat-Nya satu sumber bimbingan keagamaan yang begitu sulit untuk diketahui mana yang memiliki nilai dan mana yang tidak. Shidqi juga tidak menerima ijma’(kesepakatan) para Ulama yang shaleh. Karena Ijma’ hanya absah untuk tempat dan waktu ketika kesepakatan itu dirumuskan. Sedangkan kesepakatan generasi-generasi selanjutnya didasarkan pada taqlid, dan karena itu dapat di tolak sepenuhnya.

C.    Perdebatan antara Shidqi dengan Ulama yang tidak Sependapat dengannya
Pendapat-pendapat yang di keluarkan oleh Shidqi ini tentunya menyita perhatian dari berbagai pihak, termasuk para ulama. Ulama-ulama tersebut mencoba membantah pernyataan yang dikeluarkan oleh Shidqi. Bantahan pertama datang dari Ahmad Mansur Al-Bazz dan Syaikh Thaha Al-Bisyri yang menyatakan bahwa “meski Al-Quran memuat segala hal, namun sebagian besar yang disinggungnya masih berupa tuntutan-tuntutan umum yang didalamnya masih membutuhkan rincian lagi.” Kemudian setelah masa mereka muncullah ulama dari Suriah yang bernama Mushthafa As-Siba’i. As-Siba’i inilah yang mepunyai penjelasan yang lebih rinci tentang bantahannya terhadap Shidqi ketimbang Ahmad Mansur Al-Bazz dan Syaikh Thaha Al-Bisyri.[7]
As-Siba’i mengutip dari Asy-Syafi’i yang mengatakan bahwa istilah bayan (atau tibyan, seagaimana yang digunakan Shidqi dari ayat Al-Quran Surah An-Nahl[16] ayat 89) bermaksud menerangkan bahwa Al-Quran mungkin saja memberikan ajaran-ajaran yang terinci, sehingga tidak diperlukan lagi penjelasan tambahan. Namun Al-Quran juga mengandung ajaran-ajaran yang kata-katanya disusun dalam istilah-istilah yang luas sehingga sangat diperlukan keterangan untuk menjelaskan istilah-istilah tersebut. penjelasan tersebut dapat ditemukan dalam sunnah Nabi saw. Seperti yang diperintah Allah kepada manusia untuk mentaati Nabi-Nya. Dengan kata lain, Al-Quran dan Hadist Nabi saw adalah Hujjah dan sunnah juga demikian, karena ketaatan kepada Nabi saw dalam segala yang diperintahkannya ditekankan oleh Al-Quran.[8]
Ketiga pengkritik tadi ternyata belum memahami keinginan terdalam dari Shidqi dalam melucuti nilai penting sunnah adalah untuk memberikan hantaman mematikan kepada taqlid. Shidqi adalah orang yang progresif yang mengakui adanya pengaruh yang bersifat mengekang yang ditimbulkan oleh berbagai madzhab (yang menurut pandangannya sebagian besar didasarkan pada sunnah) terhadap perkembangan spiritual kaum muslim yang berkeinginan untuk menyesuaikan kehidupannya dengan zaman modern.[9]
Dalam jawabannya terhadap Al-Bazz dan Al-Bisyri, Shidqi mengakui bahwa contoh keteladanan Nabi tentu saja jauh lebih mencerahkan  dibandingkan dengan keterangan apa pun yang disampaikan oleh kata-kata. Hal ini tidak berlaku ketika yang tengah dipersoalkan adalah Al-Quran, Al-Quran senantiasa tidak tertandingi keindahannya, dan juga kejelasan dan kefasihannya mengikuti keteladanan Nabi saw adalah wajib bagi umat Islam, hanya jika Al-Quran memerintahkannya secara eksplisit dan yang berada di luar ketentuan Al-Quran tidaklah wajib.  Shidqi merumuskannya dalam ungkapan “Al-wajib ‘alal basyar la yakhruju ‘amma fi kitab Allah” (yang wajib bagi umat manusia tidaklah diluar kitab Allah swt).[10] Kemudian Shidqi mencoba membedakan perbedaan antara Al-Quran dan sunnah.
Al-Quran
Sunnah
§ Tidak dapat dipalsukan
§ Teksnya sudah ditegaskan keshahihannya secara mutawatir.
§ Ditulis selama masa hidup Nabi atas perintahnya.
§ Firman Allah yang meliputi segalanya.
§ Dapat dipalsukan
§ Hanya sebagian saja yang ditegaskan secara mutawatir
§ Nabi melarang penulisan sunnah
§ Sabda (akhlak dan prilaku) Nabi, berlaku hanya untuk generasi Nabi saat itu.

Muhammad Rasyid Ridho juga membahas pernyataan tersebut dalam keterangan tambahannya. Ridha menyatakan bahwa Nabi Muhammad bukanlah Rasul Allah saw untuk bangsa Arab pada masa-masa itu saja. namun untuk semua masyarakat di seluruh dunia hingga datangnya hari kiamat. Ridha memaparkan lebih lanjut bahwa upaya Shidqi untuk mengetahui seluruh ajaran tentang shalat dari ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan tentan shalat al-khauf, menemui kegagalan. Menurutnya shalat al-khauf adalah sebuah pengecualian. Orang tidak dapat menemukan semua ajaran tentang kewajiban ritual yang luas seperti shalat dari suatu pengecualian. Walaupun didalam al-Quran tidak ada ayat yang menyatakan secara tegas bahwa shalat fardu itu ada lima, tetapi kita semua tahu selama berabad-abad bahwa shalat fardhu itu ada lima. Andaikan kita pada masa sekarang ini ada keraguan tentang ajaran shalat. Maka kita juga dapat mulai meraguka persepsi (tanggapan) panca indera kita, kata Ridha.[11]
Sependapat dengan As-Siba’i, Ridha menunjukan dalam pemikirannya bahwa Allah swt telah memerintahkan umat manusia untuk mentaati Nabi-Nya dalam segala sesuatu dan untuk mengikuti keteladanan Nabi saw.
Surah 33: 21 dan 2: 151
قَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا ﴿٢١
Artinya : “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (al-'Ahzab[33]:21)[12]
كَمَآ أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْكُمْ ءَايَٰتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا۟ تَعْلَمُونَ ﴿١٥١
Artinya: “Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui”. (Al-Baqarah[2]:151)
Ridha menafsirkan ayat ini sebagai berikut: nabi Muhammad telah mengajarkan kearifan (hikmah) yang dibawa oleh Al-Quran, dan Nabi saw menyucikan  umat manusia melalui sunnahnya.
Ridha juga mengingatkan muridnya tersebut bahwa istilah-istilah yang dipakai Shidqi terlalu fulgar dan berani. Padahal apa yang ingin di ungkapkan oleh Shidqi adalah bahwa Hadist yang mutawatir itulah yang yaqin, sedangkan hadist yang ahad adalah yang dzann dan tidak harus dipercayai. Pada akhirnya Shidqi menerima sepenuhnya argumen-argumen dari sang guru tersebut dan mengakui segala kesalahan dan kekeliruannya mengenai persoalan-persoalan di atas.[13]
D.    Sunnah Qauliyyah dan ‘Amaliyyah menurut Shidqi
Pendangan lain yang disampaikan oleh Shidqi adalah tentang definisi dari sunnah qauliyyah dan ‘amaliyyah. Dia menganut pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh Ridha. Walaupun pada akhirnya Shidqi mau menerima hadist sebagai sumber agama setelah Al-Quran, ia masih bersikap ketat dan selektif. Hal ini dikarenakan bangunan-bangunan sunnah qauliyyah yang sangat rentang diserang. Ia menunjukan bahwa banyak sekali legenda dari agama-agama lain atau Israiliyat yang berhasil masuk ke dalam himpunan-himpunan hadist qauliyyah tersebut.[14]
Shidqi menambahkan mungkin para ulama yang meneliti para rawi dalam isnad mungkin telah terkecoh. Banyak sabda-sabda yang dibuat orang karena terdorong oleh motif-motif keagamaan. Sering kali perawi terbawa oleh kesukaan mereka untuk melebih-lebihkan keinginannya pada hal-hal yang aneh dan menakjubkan. Sehingga pernyataan-pernyataan tersebut di tulis dan dianggap dari Nabi saw. Padahal sangat sedikit yang betul-betul berasal dari Rosulullah saw. Menurutnya,  bagian dari literatur hadist patut mendapatkan tingkatan mutawatir itu sangat sedikit dan tidak pernah berisikan ajaran-ajaran tentang hukum. Misalnya hadist:
إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ..[15]
Artinya: “... Begitulah memang yang diturunkan. Sesungguhnya Al Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf..”
وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ...[16]
Artinya: “...Dan barangsiapa berdusta terhadapku, maka hendaklah ia persiapkan tempat duduknya dalam neraka."
Tentang hadist-hadist yang diriwayatkan oleh imam-imam hadist seperti imam Bukhari, Shidqi menyatakan bahwa tidakalah masuk akal kalau beranggapan bahwa Bukhari tidak pernah keliru ketika ia menyaring 4.000  hadist shahih dalam kitab shahih-nya dari 600.000 hadist yang berhasil dihimpunnya selama bertahun-tahun. Shidqi tidak menyangkal tentang hadist-hadist jenis ini dapat bermaanfaat untuk memecahkan problem-problem dalam bidang-bidang sejarah, bahasa, literatur, dan tafsir Al-Quran. Namun sebagai pembimbing prinsip yang umum, dia tidak menerimanya karena secara kontekstual tidak dapat di percaya.
E.     Aplikasi Metodologi Pemahaman Terhadap Hadist-Hadist Musykil oleh Shidqi
Menurut Shidqi ada beberapa hadist yang berada pada kitab shahih yang menimbulkan keraguan dalam otentisitas tekstualnya. Hadist-hadist ini terasa sangat janggal,ganjil, atau bahkan aneh bila dilihat dari perspektif ilmu pengetahuan modern. Padahal hadist-hadist tersebut sering dijumpai dalam kitab-kitab shahih terutama kitab shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim). Kitab-kitab sudah di akui keshahihannya dan dijadikan pedoman bagi umat Islam.[17]
Beberapa hal di atas mendorong para ulama untuk melakukan berbagai penelitian dan tinjauan lebih lanjut. Ulama tersebut salah satunya adalah Shidqi. Ia berkesimpulan bahwa beberapa hadist ada yang bertentangan dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern.
Seperti dalam hadist :
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِي الْآخَرِ دَاءً...[18]
Artinya: "Apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya ia mencelupkan ke dalam minuman tersebut, kemudian membuangnya, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya."
Shidqi mengaku merasa sulit memahami hadist tentang lalat tersebut. dia tidak dapat menggunakan ta’wil, dan menurutnya hadist tersebut bertentangan hadist lain yang berbunyi: “Pada suatu ketika Nabi saw ditanya apa yang harus dilakukan bila seekor tikus jatuh ke dalam mentega?,” Nabi saw bersabda : “bila menteganya padat, buanglah tikus itu, dan sisanya dapat kamu makan. Akan tetapi jika menteganya cair, buanglah menteganya dan janganlah disentuh.”[19]
Mengingat tikus dan lalat sangat berbahaya bagi manusia, maka sangat sulit sekali untuk mempercayainya bahwa perkataan seperti ini disabdakan oleh Nabi saw. Lanjutnya bagaimanapun juga, umat Islam tidak perlu hidup dengan berpedoman pada hadist-hadist ahad, khususnya yang berkenaan dengan persoalan duniawi.[20] Itulah kesimpulan yang di ambil oleh Shidqi dan ia menegaskannya dengan mengutip sebuah hadist Nabi saw yang berbunyi “Aku hanyalah manusia, apa yang aku katakan padamu mengenai Allah swt adalah benar. Dan apa yang aku katakan padamu atas upaya diriku sendiri, maka ingatlah bahwa diriku hanyalah manusia, akau bisa saja benar dan bisa saja keliru.”[21]
Shidqi kemudian melanjutkan bahwa hadist ini dapat dikesampingkan, mengingat yang meriwayatkannya adalah Abu Hurairah. Ia menyeleksi Hadist negatif sari sumber-sumber negatif. Ia menderita epilepsi yang mempengaruhi otaknya.
F.     Analisis
Taufiq Shidqi adalah seorang yang berfikir progresif dan mempunyai pemikiran yang rasional serta mempunyai pandangan ke depan. Kecintaannya pada masalah-masalah teologi membuatnya menjadi pengkritik hadist dan bahkan digolongkan kepada golongan yang inkar sunnah. Hal ini di sandarkan kepada pendapat-pendapat beliau yang menginkari sunnah Nabi saw.
Walaupun pada akhirnya Shidqi mengakui keberadaan sunnah sebagai sumber ajaran Islam, tetapi pemikirannya sempat membuat kaget para ulama Islam. Secara keseluruhan, Shidqi adalah seorang murid dari Rasyid Ridha yang kritis. Menurut pemakalah ada beberapa hal yang menarik tentang Shidqi diantaranya adalah:
1.      Taufiq Shidqi adalah orang yang berfikiran logis-kritis. Jadi hal-hal tentang agama khususnya hadist dilihatnya dari segi realita kehidupan kekinian.
2.      Menurut pemakalah, ketika Shidqi mengkritiki suatu hadist ia tidak menyinggung tentang keberadaan asbabul wurud dari hadist tersebut.
3.      Selain itu Shidqi juga tidak konsinten dengan pendapatnya. Awalnya ia seolah-olah menolak hadist secara keseluruhan. Tetapi pada akhirnya ia mengaku keberadaan hadist walaupunterbatas kepada hadist-hadist yang mutawatir.
Terlepas dari berbagai penilain terhadap Shidqi, keberadaan Shidqi telah membuat cambuk terhadap studi keIslaman. Pemikiannya memotivasi kita untuk terus mendalami ajaran Islam, dan kita tidak menerima serta merta keputusan ulama terdahulu mengenai ajaran Islam. tetapi kita juga harus mencari tahu kebenaran dan kontekstuali pernyataan tersebut untuk kehidupan sekarang. Itulah sedikit penilaian terhadap Shidqi yang menurut pemakalah menarik untuk dikemukakan.
G.    Tanggapan terhadap penulis buku: Asep Setiawan
Menurut pemakalah dalam tulisan yang disusun oleh Setiawan ini bagus untuk dijadikan referensi dalam memahami pemikiran dari tokoh Taufiq Shidqi. Dalam kepenulisan yang berjumlah sekitar 17 halam ini, Setiawan bisa memaparkan peta pemikiran dan gejolak pendapat yang menanggapi pemkiran Shidqi. Namun tetap saja dalam sebuah tulisan tentunya ada kekurangan dan kelebihannya.
Kelebihan dari tulisan Setiawan ini secara keseluruhan sudah sedikit disinggung di atas. Untuk kekurangannya ada pont yang ditemukan oleh pemakalah. Diantaranya adalah:
1.      Pembahasan mengenai biografi dan latar belakang pendidikan dari Taufiq Shidqi kurang lebih diuraikan. (walaupun pemakalah sendiri mengalami kesulitan dalam mencari sumber yang berhubungan biografi dan latar belakang pendidikan dari tokoh tersebut).
2.      Dalam tulisannya, Setiawan tidak memberikan penilaian yang panjang tentang tokoh. Ia hanya memberikan sedikit kritik yang tujukan untuk si tokoh. Jadi pemakalah belum bisa melihat bagaimana pendapat Setiawan terhadap tokoh.
Mungkin itu hal yang pemakalah dapatkan mengenai tulisan dari Asep Setiawan ini. Tetapi secara keseluran kita patut apresiasi terhadapnya. Karena berkat tulisannya kita bsa belajar lebih mudah untuk mengenal lebih jauh tentang tokoh Taufiq Shidqi.



BAB III
PENUTUP
Taufiq Shidqi adalah seorang dokter yang lahir di kota Turrah. Ia mempunyai pemikiran yang menolak tentang keberadaan sunnah. Ia berguru kepada Rasyid Ridha, dan banyak dari pemikirannya yang dipengaruhi oleh pendapat-pendapat dari gurunya. Sebenarnya Shidqi juga mempunyai pandangan yang sama dengan gurunya, namun Shidqi mengambil pandangan yang terlalu jauh. Sehingga menjadikannya “kebablasan” dalam mengambil suatu pendapat.
Pemikiran-pemikiran Shidqi sempat menghebohka dunia Islam, khususnya para Ulama. Sehingga para ulamapun banyak yang memberikan tanggapan terhadap pemikiran Shidqi. Diantaranya adalah ulama yang bernama Ahmad Mansur Al-Bazz, Syaikh Thaha Al-Bisryi dan Mustafa Asy-Syiba’i. Bahkan bantahan pendapat Shidqi juga muncul dari gurunya sendiri yaitu Rasyid Ridha.
Dalam akhir argumennya, Shidqi akhirnya mau mengakui keberadaan sunnah sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Quran, walaupun ia masih sangat selektif dalam memilih hadist. Shidqi mewarnai pemikiran di studi Islam khususnya dalam Studi Hadist. Pemikiran yang ia berikan memeberikan kita cambuk untuk terus menggali dan belajar lebih serius lagi tentang Islam dan khususnya tentang Hadist.



Referensi
Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus angkatan ’07 UIN SUNAN Kalijaga Yogyakarta. Yang Membela dan Yang Menggugat. Yogyakarta: CSS SUKA Press. 2012
G.H.A. Juynboll. Kontroversi Hadist di Mesir. Bandung: Mizan. 1999
Husnan, Ahmad. Gerakan Ingkar As-Sunnah dan Jawabannya. Jakarta: Media Dakwah
Software Maktabah tsamilah
Sofware Al-Quran al-Hadi
Software LIDWA kitab hadist 9 Imam



[1] Ada 3 pendapat mengenai aliran ini yaitu: inkaru sunnah secara muthlaq, inkaru ba’di (sebagian) sunnah, inkaru sunnah bighairi thariqi manqul. Lihat Ahmad Husnan, Gerakan Inkaru Sunnah dan Jawabannya, (Jakarta: Media Dakwah) hlm. 6
[2] Menurut pemakalah dari Gurunya inilah ia mendapatkan insprasi pemikiran tentang teologi dan berbagai hal yang berhubungan dengan agama selain dari buku-buku yang ia baca.
[3] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus angkatan ’07 UIN SUNAN Kalijaga Yogyakarta, Yang Membela dan Yang Menggugat, (Yogyakarta: CSS SUKA Press, 2012) hlm. 67
[4] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus,,, hlm. 68
[5] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus,,, hlm. 68
[6] G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadist di Mesir, (Bandung: Mizan, 1999) hlm. 34
[7] G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadist di Mesir,,, hlm. 35
[8] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus,,, hlm. 72
[9] G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadist di Mesir,,, hlm. 36
[10] G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadist di Mesir,,, hlm. 37
[11] G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadist di Mesir,,, hlm. 38
[12] Software Al-Quran Hadi
[13] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus,,, hlm. 75
[14] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus,,, hlm. 75
[15] Hadist lengkapnya terdapat dalam Kitab Shahih Bukhari 2241 (Software Maktabah tsamilah)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْفُرْقَانِ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَؤُهَا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَنِيهَا وَكِدْتُ أَنْ أَعْجَلَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَمْهَلْتُهُ حَتَّى انْصَرَفَ ثُمَّ لَبَّبْتُهُ بِرِدَائِهِ فَجِئْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ هَذَا يَقْرَأُ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَأْتَنِيهَا فَقَالَ لِي أَرْسِلْهُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اقْرَأْ فَقَرَأَ قَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ ثُمَّ قَالَ لِي اقْرَأْ فَقَرَأْتُ فَقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ

[16] Hadist lengkapnya terdapat dalam Kitab Shahih Bukhari 107 (Software Maktabah tsamilah)
حَدَّثَنَا مُوسَى قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَسَمَّوْا بِاسْمِي وَلَا تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي وَمَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِي وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
[17] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus,,, hlm. 78
[18] Hadist lengkapnya terdapat dalam kitab Shahih Bukhari No. 5336 (Software maktabah tsamilah)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عُتْبَةَ بْنِ مُسْلِمٍ مَوْلَى بَنِي تَيْمٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ حُنَيْنٍ مَوْلَى بَنِي زُرَيْقٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِي الْآخَرِ دَاءً
[19] G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadist di Mesir,,, hlm. 205-206
[20] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus,,, hlm. 79
[21] Tim Mahasiswa Jurusan TH-Khusus,,, hlm. 80

1 komentar:

  1. The Rundown Of Casinos In Las Vegas | Dr.CMD
    In addition to the vast array of casinos in Las Vegas, 성남 출장안마 Harrah's 대구광역 출장샵 is located on 전라북도 출장샵 the 안양 출장마사지 Fremont Street Experience 천안 출장샵 and the adjacent Gold Strike Casino

    BalasHapus